Larangan ragu-ragu dalam mempelajari ilmu kejawen

Kejawen (bahasa Jawa Kejawèn) adalah sebuah kepercayaan atau mungkin boleh dikatakan agama yang terutama dianut di pulau Jawa oleh suku Jawa dan sukubangsa lainnya yang menetap di Jawa.

Pantangan ragu-ragu dalam mempelajari ilmu kejawen

Kata “Kejawen” berasal dari kata Jawa, sebagai kata benda yang memiliki arti dalam bahasa Indonesia yaitu segala yg berhubungan dengan adat dan kepercayaan Jawa (Kejawaan). Penamaan “kejawen” bersifat umum, biasanya karena bahasa pengantar ibadahnya menggunakan bahasa Jawa. Dalam konteks umum, kejawen merupakan bagian dari agama lokal Indonesia. Seorang ahli antropologi Amerika Serikat, Clifford Geertz pernah menulis tentang agama ini dalam bukunya yang ternama The Religion of Java atau dalam bahasa lain, Kejawen disebut “Agami Jawi”.

Kejawen dalam opini umum berisikan tentang seni, budaya, tradisi, ritual, sikap serta filosofi orang-orang Jawa. Kejawen juga memiliki arti spiritualistis atau spiritualistis suku Jawa.

Penganut ajaran kejawen biasanya tidak menganggap ajarannya sebagai agama dalam pengertian seperti agama monoteistik, seperti Islam atau Kristen, tetapi lebih melihatnya sebagai seperangkat cara pandang dan nilai-nilai yang dibarengi dengan sejumlah laku (mirip dengan “ibadah”). Ajaran kejawen biasanya tidak terpaku pada aturan yang ketat, dan menekankan pada konsep “keseimbangan”. Dalam pandangan demikian, kejawen memiliki kemiripan dengan Konfusianisme atau Taoisme, namun tidak sama pada ajaran-ajarannya. Hampir tidak ada kegiatan perluasan ajaran (misi) namun pembinaan dilakukan secara rutin.

Simbol-simbol “laku” biasanya melibatkan benda-benda yang diambil dari tradisi yang dianggap asli Jawa, seperti keris, wayang, pembacaan mantera, penggunaan bunga-bunga tertentu yang memiliki arti simbolik, dan sebagainya. Akibatnya banyak orang (termasuk penghayat kejawen sendiri) yang dengan mudah mengasosiasikan kejawen dengan praktik klenik dan perdukunan.

Ajaran-ajaran kejawen bervariasi, dan sejumlah aliran dapat mengadopsi ajaran agama pendatang, baik Hindu, Buddha, Islam, maupun Kristen. Gejala sinkretisme ini sendiri dipandang bukan sesuatu yang aneh karena dianggap memperkaya cara pandang terhadap tantangan perubahan zaman.
Terdapat ratusan aliran kejawen dengan penekanan ajaran yang berbeda-beda. Beberapa jelas-jelas sinkretik, yang lainnya bersifat reaktif terhadap ajaran agama tertentu. Namun biasanya ajaran yang banyak anggotanya lebih menekankan pada cara mencapai keseimbangan hidup dan tidak melarang anggotanya mempraktikkan ajaran agama (lain) tertentu.

Beberapa aliran dengan anggota besar:

Padepokan Cakrakembang
Sumarah
Budi Dharma
Maneges

Aliran yang bersifat reaktif misalnya aliran yang mengikuti ajaran Sabdopalon, atau penghayat ajaran Syekh Siti Jenar : Wikipedia
=====================================

Dalam belajar ilmu Kejawen terdapat satu tembang Jawa yang singkat namun sarat makna. Ilmu Kejawen adalah ilmu untuk mempelajari kesempurnaan hidup. “Yen siro wis nglakoni Kasampurnaning Urip, Siro mesti ngerti kasampurnaning pati” (Kalau kamu sudah mengerti kesempurnaan hidup, maka kamu mesti memahami kesempurnaan mati). Apa itu kesempurnaan hidup? Manusia dikatakan mempunyai kesempurnaan hidup jika ia berada sangat hidup dengan GUSTI ALLAH. Oleh karena itu, ilmu Kejawen memiliki makna ilmu yang mempelajari cara untuk mendekat pada GUSTI ALLAH.

Dalam belajar ilmu Kejawen terdapat satu tembang Jawa yang berbunyi:

Tak uwisi gunem iki
Niatku mung aweh wikan
Kebatinan akeh lire
Lan gawat ka liwat-liwat
Mulo dipun prayitno
Ojo keliru pamilihmu
Lamun mardi kebatinan

saya akhiri pembicaraan ini
saya hanya ingin memberi tahu
kabatinan banyak macamnya
dan artinya sangat gawat
maka itu berhati-hatilah
Jangan kamu salah pilih
kalau belajar kebatinan

Dari tembang tersebut dapat diketahui bahwa untuk belajar ilmu Kejawen yang merupakan ilmu kebatinan sangatlah gawat. Ini bukan berarti menakut-nakuti orang yang hendak belajar Kejawen. Semata-mata tembang tersebut adalah mengingatkan bagi orang yang hendak belajar ilmu Kejawen.

Tembang tersebut juga bisa bermakna:

Yen Siro wedhi, ojo sepisan-sepisan wani
Yen Siro Wani, ojo sepisan-sepisan wedhi

Kalau kamu takut, jangan sekali-sekali berani
Kalau kamu berani, jangan sekali-sekali takut

Artinya, saat hendak berniat untuk belajar ilmu Kejawen, kita diingatkan akan pilihan, apakah kita berani atau tidak. Kalau berani, jangan sekali-kali timbul rasa takut. Kalau takut, janganlah memaksakan diri untuk berani. Hal itu juga berarti bahwa dalam bertindak hendaknya kita tidak ragu-ragu.
KAWRUH KEJAWEN

Sekian artikel dari saya tentang pantangan ragu-ragu dalam mempelajari ilmu kejawen, semoga bermanfaat dan terima kasih.
Previous
Next Post »
0 Komentar